Mengapa tanggal 23 April diperingati Hari Buku Sedunia? Adakah yang tahu? Buku sering diibaratkan sebagai jendela dunia memiliki hari perayaan tahunan yang dikenal pula dengan Hari Buku dan Hak Cipta Sedunia dan Hari Buku Internasional. Hari Buku Sedunia pertama kali diperingati dan dirayakan di Paris pada tanggal 23 April 1995 oleh UNESCO yang merupakan Organisasi Pendidikan, Keilmuan dan Kebudayaan PBB bertujuan untuk membrikan penghargaan kepada buku-buku dan penulis serta mempromosikan budaya membaca, penerbitan dan hak cipta.
Tanggal 23 April sebagai Hari Buku Sedunia bukan serta merta dipilih, hal ini berawal dari acara perayaan La Diada de Sant Jordi alias Sant Jordi di Catalunya, Spanyol. Pada 23 April 1923, para pedagang buku di Catalunya mengadakan acara festival buku pada momen perayaan tahunan masyarakat Catalan tersebut. Sebelum 1923, festival yang diadakan untuk memperingati hari kematian Saint George, santo pelindung dari Catalunya, pada 23 April tahun 303 itu hanya identik dengan pemberian mawar merah kepada teman-teman, anggota keluarga dan pasangan. Namun sejak 1923 Sant Jordi juga dikenal identik dengan pemberian buku dan kegiatan-kegiatan lain yang berkaitan dengan buku.
Ide mengadakan festival buku pada waktu yang bersamaan dengan tradisi La Diada de Sant Jordi (yang berarti Hari Saint George) atau yang kini dikenal juga sebagai El Dia de la Rosa (Hari Mawar) maupun El Dia del Llibre (Hari Buku), berasal dari Vicente Clavel Andrés penulis asal Valencia untuk menghormati mendiang Miguel de Cervantes Saavedra yang meninggal pada tanggal dan bulan yang sama seperti Saint George, yakni 23 April dengan tahun yang berbeda. Beda waktu kematian Cervantes dan kematian Saint George adalah tepat 1.313 tahun. Cervantes adalah seorang tokoh yang juga melegenda di Catalunya karena dianggap sebagai seorang penulis berbahasa Spayol terbesar yang pernah ada. Bahkan, karyanya yang berjudul Don Quixote disebut-sebut sebagai karya sastra terbaik di dunia.
Pada 2012 lalu para editor Norwegian Book Clubs bekerja sama dengan Norwegian Nobel Institute, membentuk sebuah tim panel yang terdiri dari 100 orang penulis dari 54 negara. Para penulis di dalam tim itu antara lain Milan Kundera, Doris Lessing, Seamus Heaney, Salman Rushdie, Wole Soyinka, John Irving, Nadine Gordimer dan Carlos Fuentes. Seratus penulis itu kemudian diminta untuk memilih “karya-karya sentral nan terbaik di dalam dunia kesusastraan”. Hasilnya, terpilih 100 judul buku terbaik dan Don Quixote adalah salah satunya. Meski keseratus buku yang terpilih tersebut tak diberikan peringkat, para editor Norwegian Book Clubs mengungkapkan Don Quixote menerima 50 persen voting lebih banyak ketimbang buku lainnya. Dengan kata lain, Don Quixote tepilih sebagai karya sastra terbaik jika penentuannya mutlak berdasarkan jumlah hasil voting tersebut. Dalam daftar seratus buku terbaik itu juga terdapat tiga judul naskah drama karya William Shakespeare, sastrawan cum dramawan terbesar Inggris. Ketiga judul karya Shakespeare itu adalah Hamlet, Othello dan King Lear.
Berdasarkan penjelasan UNESCO, tanggal 23 April dipilih karena pada 23 April 1616 ada beberapa sastrawan besar dunia yang meninggal dunia. Berdasarkan sistem Kalender Gregorian yang digunakan Spanyol dan Kalender Julian yang dipakai Inggris, Cervantes dan Shakespeare meninggal tepat pada tanggal tersebut. Tak hanya kedua penulis di atas, penulis besar Spanyol lainnya, Inca Garcilaso de La Vega, juga meninggal pada 23 April 1616. Uniknya, 23 April juga merupakan tanggal kelahiran para penulis besar dunia lainnya seperti Maurice Druon, Haldor K. Laxness, Vladimir Nabokov dan Manuel Mejía Vallejo pada tahun-tahun yang berbeda.
Sejak 2001, UNESCO bersama organisasi-organisasi internasional lainnya yang mewakili tiga sektor industri perbukuaan-penerbit, penjual buku dan perpustakaan, secara khusus memilih suatu kota sebagai Ibu Kota Buku Dunia. Kota yang terpilih tersebut akan menyandang predikat Ibu Kota Buku Dunia selama setahun, dimulai pada tanggal 23 April tahun tersebut hingga 22 April tahun berikutnya. Pada tahun 2017, Kota Conakry terpilih sebagai Ibu Kota Buku Dunia. Kota yang terletak di Guinea, Afrika Barat itu terpilih &doublequote;karena kualitas dan keragaman programnya, terutama fokusnya terhadap keterlibatan masyarakat,” kata tim panitia seleksi. Panitia seleksi Ibu Kota Buku Dunia juga menambahkan alasan memilih ibu kota negara Guinea itu lantaran “anggaran yang terstruktur dengan baik dan tujuan pembangunan yang jelas dengan penekanan kuat pada pemuda dan keaksaraan.&doublequote;
Setiap tahun UNESCO membuka pendaftaran bagi kota-kota di seluruh dunia yang ingin mengajukan diri menjadi Ibu Kota Buku Dunia dengan mengirimkan sejumlah dokumen persyaratan. Pada tahun 2018, Kota Athena di Yunani telah terpilih sebagai Ibu Kota Buku Dunia ke-18. Adapun kota-kota yang pernah terpilih sebagai Ibu Kota Buku Dunia lainnya adalah Madrid negara Spanyol (2001), Alexandria negara Mesir (2002), New Delhi negara India (2003), Antwerp negara Belgia (2004), Montreal negara Kanada (2005), Turin negara Italia (2006), Bogota negara Kolombia (2007), Amsterdam negara Belanda (2008), Beirut negara Libanon (2009), Ljubljana negara Slovenia (2010), Buenos Aires negara Argentina (2011), Yerevan negara Armenia (2012), Bangkok negara Thailand (2013), Port Harcourt negara Nigeria (2014), Incheon negara Korea Selatan (2015) dan Wroclaw negara Polandia (2016).
Lalu, Bagaimana peringatan Hari Buku Sedunia di Indonesia? Bagaimana minat atau budaya baca buku di Indonesia? Di Indonesia sendiri, perayaan hari buku sedunia dimulai pada tahun 2006 yang diprakarsai oleh FIM (Forum Indonesia Membaca) yang didukung oleh berbagai pihak, yakni pemerintah, dunia usaha, akademisi, komunitas dan masyarakat umum. FIM adalah sebuah organisasi kemasyarakatan yang berkonsentrasi pada aktivitas literasi. Mereka berupaya membuka ruang seluas–luasnya kepada masyarakat dalam penguatan gemar membaca yang diharapkan akan menjadi sebuah budaya baru bagi masyarakat Indonesia. Sejak tahun 2006, animo dari komunitas literasi, taman bacaan masyarakat, penerbit buku, dan masyarakat umum semakin meningkat, bersama-sama berupaya agar peringatan hari buku di Indonesia menjadi sebuah tradisi festival yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya buku dan membaca, serta mengapresiasi dunia perbukuan itu sendiri.
Para kawula muda diharapkan membawa pengaruh positif akan budaya buku, membaca, menulis, dan dalam dunia penerbitan serta peringatan ini menjadi bentuk penghargaan dan kemitraan antara pengarang, penerbit, distributor, organisasi perbukuan serta komunitas-komunitas lainnya. Sebab, fakta yang terjadi minat baca orang Indonesia masih rendah. Hasil survei UNESCO pada 2011 menunjukkan, indeks tingkat membaca masyarakat Indonesia hanya 0,001 persen. Artinya, hanya ada satu orang dari 1.000 penduduk yang masih &singlequote;mau&singlequote; membaca buku secara serius. Bahkan, Most Literate Nations in the World yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 merilis pemeringkatan literasi internasional yang menempatkan Indonesia berada di urutan ke-60 di antara total 61 negara. Sedangkan pada World Education Forum yang berada di bawah naungan PBB, Indonesia menempati posisi ke-69 dari 76 negara.
Memprihatinkan bukan? Tapi itu hanyalah sebuah peringkat semata, bukan tidak mungkin peringkat membaca kita akan terus naik walau sedikit demi sedikit jika pada masing-masing diri kita menanamkan budaya membaca buku. Menumbuhkan minat baca bisa dimulai dari diri sendiri. Pelan-pelan, kita bisa memilih buku bacaan yang sesuai dengan kesukaan, seperti novel fiksi, non fiksi, biografi, atau bahkan komik. Bila melihat teknologi yang semakin canggih, kita tidak harus punya buku fisik. Bisa juga membeli e-book atau buku elektronik, selain lebih mudah juga tidak perlu berat-berat bawa buku. Yuk... mulai budaya baca buku, karena buku adalah jendela dunia.(pud/berbagai sumber)