Jumat, 24 Jun 2022, 10:09:07 WIB, 951 View Administrator, Kategori : Info Daerah

(KIM Asabri), Selasa (31/05/2022) Mulai nanti malam Grebeg Pancasila akan dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Blitar bersama seluruh warga masyarakat Kota Blitar, dalam rangkaian kegiatan Grebeg Pancasila ini nantinya ada 5 ritus yang dimulai dari Istana Gebang, adapun rangkaian tersebut antara lain sebagai berikut :

  1. Bedhol Pusaka
  2. Tirakatan (Macapat)
  3. Upacara Budaya,  
  4. Kirab Gunungan Lima
  5. Kenduri Pancasila.

Grebeg Pancasila mucul dari gagasan Seniman dan Budayawan Blitar waktu itu ada Pratigno (Alm.) Andreas Edison (Alm), Lik Hir (Alm.) Bagus Putu Parto, Purwanto, Suko, Amang Makmur dan lainnya yang kemudian direalisasikan bersama oleh para semiman dan budayawan Kota Blitar. Ide gagasan tersebut akhirnya dapat direalisakan pada tahun 2000 yaitu Grebeg Pancasila dilaksanakan pertama kali. Penyelenggaraan Grebeg Pancasila yang pertama kali di Istana Gebang. Konsep awal ritus Grebeg Pancasila hanya terdapat tiga ritus, pertama adalah upacara budaya, kedua adalah kirab Gunungan Lima, dan ketiga adalah kenduri Pancasila. Tahun 2004 kemudian ada upaya pembakuan pelaksanaan Grebeg Pancasila, yang menetapkan Grebeg Pancasila ada lima ritus, berjumlah lima karena melambangkan Pancasila yang berisi lima sila. Ritus pertama adalah Bedhol Pusaka, kedua adalah Malam Tirakatan, ketiga dalah Upacara Budaya peringatan hari lahir Pancasila, keempat adalah Kirab Gunungan Lima, kelima adalah Kenduri Pancasila.

Prosesi dan Makna pada Ritus Grebeg Pancasila di Kota Blitar

Ritus Bedhol Pusaka

Ritus Bedhol Pusaka merupakan ritus pertama pada Grebeg Pancasila, yang dilaksanakan di nDalem Istana Gebang pada tanggal 31 Mei malam. Ritus Bedhol Pusaka dimaksudkan adalah prosesi pengambilan atau memboyong pusaka nagari dari nDalem Istana Gebang dibawa ke kantor dinas Walikota Blitar yang akan dileremkan semalam, kemudian dikirab bersama dengan Gunungan Lima pada tanggal 1 Juni menuju makam Bung Karno. Pusaka nagari yang diboyong ke kantor dinas Walikota dikirab oleh Bregodo Siji, Bregodo Enem dan Bregodo Patang Puluh Lima, dan juga Prajurit Trisakti. Menurut Rostiyati dkk (1994:79) pada Upacara Grebeg di Yogyakarta selalu diawali dengan pasukan (bregodo) prajurit kraton di alun-alun utara memberikan penghormatan kepada hajad dalem (raja), kemudian hajad dalem gunungan (gunungan dari raja) dikawal dan diiringi dibawa ke masjid besar. Jadi, dapat diambil kesimpulan Bregodo adalah prajurit atau pasukan yang mengiring pusaka-pusaka atau mengiringi raja yang tugasnya adalah menjaga atau mengawal.

Ritus Malam Tirakatan

Ritus Tirakatan bertempat di Balai Kusuma Wicitra. Tirakatan maksudnya adalah ritual malam menjelang tanggal 1 Juni, diselenggarakan secara rutin dengan maksud sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan karena masih diberi kesempatan untuk melaksanakan ritus Grebeg Pancasila. Makna filosofis dari ritus Tirakatan adalah untuk merenung, serta menghayati pentingnya Pancasila sebagai nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Acara tirakatan diisi dengan mocopatan atau semaan mocopat Banjaran Bung Karno selama semalam suntuk. Mocopat adalah kegiatan menembang dengan bahasa Jawa, bentuk mocopat berupa syair dalam bahasa Jawa. Menurut Muljono (2005:103) mocopat merupakan salah satu jenis karya sastra bersifat puitik yaitu tembang atau sekar berbahasa Jawa, menurut jenis tembangnya mocopat merupakan tembang sekar alit, dan merupakan tembang yang paling popular di masyarakat Jawa dimanapun berada (Muljono, 2005:106).

Ritus Malam Tirakatan terdapat juga uborampe atau sesaji yang diletakkan di tengah-tengah balai, di antaranya adalah lilin, pisang raja setandan, bunga setaman, kapur dan sirih, jajan pasar, bubur, tumpeng nasi putih, ayam ingkung, telur rebus, dupa, wewangian, kopi hitam. Sesaji merupakan syarat yang harus ada, di setiap upacara adat tanah Jawa, baik upacara pernikahan atau slametan. Sesaji merupakan bentuk persembahan kepada leluhur, atas rasa hormat, syukur, dan terimakasih yang tidak terhingga. Menurut Rostiyati dkk (1994:1) adanya ritus, selamatan, atau upacara merupakan suatu upaya manusia untuk mencari keselamatan, ketentraman, dan sekaligus menjaga kelestarian kosmos (semesta). Hal ini menunjukkan interaksi simbolik menurut Umiarso dan Elbadiansyah (2014:158), tindakan individu sangat bergantung kepada pemaknaan terhadap objek. Makna tersebut, bersal dari pikiran individu bukan yang melekat pada objek atau sesuatu yang inheren dalam objek tetapi diciptakan oleh individu itu sendiri.

Ritus Upacara Budaya

Pagi hari pada tanggal 1 Juni dilaksanakan ritus Upacara Budaya, bertempat di alun-alun Kota Blitar. Upacara Budaya berkonsepkan seperti upacara militer biasa, dengan diberi berbagai penambahan gerak, musik, busana, bahasa, dan tari tradisional, sehingga terbentuk upacara yang unik kedaerahan. Keseluruhan acara dikemas dan dirancang dengan sentuhan kebudayaan yang penuh dengan nilai etik dan estetika, tanpa mengurangi kekhidmatan dan makna yang terkandung dalam ritus Upacara Budaya tersebut. Menurut Rostiyati dkk (1994:2) upacara-upacara tradisional perlu dipertahankan karena mengandung nilai-nilai luhur dan gagasan vital.

Terdapat acara inti pada Upacara Budaya yaitu, pembacaan goro-goro dan puncak acara adalah Sabda Kawedhar yang berupa amanat Grebeg Pancasila. Goro-goro merupakan bagian dari Upacara Budaya yang isinya pada setiap tahun pasti berbeda. Pembuatan goro-goro didasarkan dengan melihat suasana serta keadaan yang terjadi di negara Indonesia atau Blitar sepanjang tahun menuju pada tanggal 1 Juni. Maksud dari goro-goro adalah menyampaikan suara rakyat atau aspirasi, yang berupa sebuah kritikan terhadap pemerintah yang membangun.

Bahasa yang digunakan pada ritus Grebeg Pancasila adalah bahasa Jawa, hanya beberapa saja menggunakan bahasa Indonesia yaitu pada saat pembukaan, dan sambutan. Menurut Liliweri (2014:319) bahwa bahasa Jawa digunakan sebanyak 84.300.000 jiwa, bahasa Jawa dituturkan oleh masyarakat Indonesia di pulau Jawa Tengah dan Jawa Timur, selain itu juga ada pula pulau-pulau lain yang juga menggunakan bahasa Jawa yaitu Suriname, Kaledonia Baru, Malaysia, dan Singapura.

Ritus Upacara Budaya setiap prosesinya diiringi oleh musik karawitan. Menurut Lisbijanto (2013:17) seni karawitan adalah instrumen dari gamelan Jawa yang dimainkan oleh sekelompok penabuh gamelan. Saat memainkan musik gamelan di dalamnya juga terdapat interaksi simbolik dan memiliki tujuan. Menurut Lisbijanto (2013:17) penabuh gamelan disebut Nayaga atau pengrawit. Nayaga berasal dari kata Wiyaga yang memiliki arti semedi atau meditasi. Pada saat menjalankan tugasnya harus berkonsentrasi penuh untuk memberikan ruh terhadap gending yang sedang dimainkan. Konsentrasi dan keseriusan tersebut seperti orang yang sedang bersemedi. Nayaga menganggap bahwa apabila rusak tabuhanya maka gagal pula persembahanya terhadap Yang Maha Kuasa. Para Nayaga menabuh dengan tujuan untuk memberikan hormat dan persembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa (Lisbijanto, 2013:18).

Ritus Kirab Gunungan Lima

Pembuatan Gunungan Lima melewati ritual yang bernama Attasila. Ritual tersebut merupakan ajaran yang terdapat dalam ajaran agama Buddha. Biasanya Atthasila dilakukan pada hari-hari Uposatha yaitu tanggal 1, 8, 15, 23 berdasarkan perhitungan tarikh lunar atau penanggalan bulan. Atthasila berisi delapan aturan kemoralan yang di dalamnya terdapat anjuran untuk berpuasa setelah jam 12.00 siang hingga subuh esok hari. Tujuannya untuk mengalahkan rasa lapar dan menahan diri supaya batin lebih tenang, seimbang, emosi terkendali, nafsu jahat terkendali seperti dengki, iri hati, marah, serakah dan sebagainya (Syukur, 2007:13).

Setelah ritual telah dilaksanakan kemudian mempersiapkan sesaji. Sesaji-sesaji yang telah disiapkan ditaruh berdampingan dengan Bathara Kala. Bathara Kala memiliki arti waktu, dengan harapan dalam pelaksanaa ritus Grebeg Pancasila dapat berjalan dengan lancar, dan tidak terdapat halangan apapun. Setelah persiapan dilakukan kemudian membuat Gunungan Lima. Gunungan Lima ini berjumlah lima dengan tinggi kurang lebih 1,5 meter. Bentuk Gunungan Lima yang lancip dan mengerucut ini memiliki makna bahwa manusia berserah diri dan berdo’a meminta segala hal hanya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa saja. Gunungan dalam upacara Grebeg dianggap sebagai simbol keberadaan Tuhan yang berada pada tempat yang tinggi dan teratas (Rostiyati dkk, 1994:83).

Komponen dari Gunungan Lima adalah ontong/jantung pisang simbol dari jantung yang memiliki arti hati nurani, maknanya hati harus bersih harus legowo, atau harus ikhlas dalam menjalani hidup. Jeruk dan cabai, simbol rasa asam, pahit dan pedas merupakan gambaran dari perjalanan hidup. Wortel dilambangkan sebagai kebudayaan luar negeri atau kebudayan dunia yang dapat diterima di Indonesia asal sesuai dengan budaya di Indonesia. Kacang panjang, simbol dari kehidupan yang mengikuti arah atau peraturan, dan peraturan tersebut adalah undang-undang. Bawang putih simbol dari bapak dan bawang merah simbol dari ibu, maknanya dalam hidup manusia harus selalu mengingat dari mana manusia datang, dan kemana manusia akan pergi. Sawi putih hasil bumi yang ditaruh pada bagian bawah Gunungan Lima, dilambangkan sebagai pelataran, maknanya bahwa sebenarnya negara Indonesia adalah negara agraris.

Ritus Kenduri Pancasila

Ritus kelima adalah Kenduri Pancasila digelar dengan duduk lesehan, tujuanya untuk mendekatkan masyarakat dengan para pejabat, juga merupakan pemersatu supaya tidak terjadi kesenjangan antara pejabat dan masyarakat. Pada ritus Kenduri Pancasila diundangan juga peserta dari lintas agama (Islam, Hindu, Buddha, Kristen, Katolik, dan Kong Hu Cu) yang membuktikan bahwa Blitar Raya rukun dan damai. Menurut Geertz (1981:13) slametan atau kadang disebut dengan kenduren (kenduri) merupakan suatu upacara yang sederhana, formal, tidak dramatis, dan mengandung rahasia di dalam sistem keagamaan orang Jawa. Kenduri atau slametan memiliki fungsi sosial karena dapat digunakan sebagai kontrol sosial (pengendali sosial) antar masyarakat, interaksi dengan masyarakat, integrasi, dan komunikasi antar warga masyarakat (Rostiyati dkk, 1994:4). Makna dari Kenduri Pancasila bentuk rasa syukur karena telah diberi kelancaran dalam melaksanakan Upacara Grebeg Pancasila untuk keseluruhan.

Nilai Karakter yang Terkandung dalam Ritus Grebeg Pancasila di Kota Blitar, Nilai karakter yang terdapat pada ritus Grebeg Pancasila di antaranya adalah religius, toleransi, kerja keras, kreatif, mandiri, demokrasi, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, cinta damai, peduli sosial, dan tanggungjawab. Selain nilai karakter juga terdapat nilai strategis meliputi nilai politik, nilai ekonomi, dan nilai sosial budaya, semoga sebagai anak bangsa kita akan selalu dapat melestarikan dan benar - benar memaknai semangat dari setiap ritus tersebut sehingga menjadikan bangsa ini "Bhineka Tunggal Ika".D

Rujukan :

  1. Kemendiknas. 2010. Kerangka Acuan Pendidikan Karakter Tahun Anggaran 2010. Jakarta: Kemendiknas
  2. Bagus Putu Parto, 2015, Grebeg Pancasila Perayaan Kelahiran Pancaila, Seri Pengenalan Kebudayaan, Direktorat Kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa, Dirjen Kebudayaan, Kemendikbud.
  3. Latif, Yudi. 2012. Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama 
  4. Muljono, Untung. 2005. Pendidikan Nilai Luhur Melalui Tembang (Lagu) Dolanan Anak. Jurnal Etnomusikologi, 100-112
  5. Liliweri, Alo. 2014. Pengantar Studi Kebudayaan. Bandung: Nusa Media
  6. Lisbijanto, Herry. 2013. Wayang. Yogyakarta: Graha Ilmu
  7. Umiarso & Elbadiansyah. 2014. Interaksionisme Simbolik dari Era Klasik hingga Modern. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
  8. Nadiyya Qurratu Aini Zummi, 2016, Kajian Makna dan Nilai Karakter pada Ritus Grebeg Pancasila di Kota Blitar serta Keterkaitannya bagi Pendidikan IPS, Skripsi Fakultas Pendidikan IPS, Universitas Negeri Malang




Tuliskan Komentar