(cyberblitar) Selasa (07/05/2024) Pertanian menjadi bagian tidak terpisahkan bagi negeri ini, Indonesia dikenal dengan sebutan negara agraris dan maritim, bukan tanpa alasan kedua sebutan tersebut begitu melekat pada negeri yang subur ini, paling tidak ada 5 alasan yang mendasar negeri ini disebut sebagai negara agraris, antara lain :
Menjadi sangat menarik untuk terus di kaji dan didalami bahwa Kota Blitar yang merupakan wilayah terkecil nomor dua di Jawa Timur setelah Kota Mojokerto, masih memiliki ritus - ritus pertanian yang dilaksanakan oleh masyarakat petani di Kota Blitar, kegiatan yang kurang lebih dua tahun terakhir ini dilaksanakan rekan - rekan Komunitas "Tani Remen Blitar" dibawah komando Dhimas Draeseen, mengumpulkan data dan mendampingi beberapa Petani di Kota Blitar, tentu untuk mengajak petani - petani tersebut melakukan pola tanam yang tetap melestarikan budaya (tradisi) bertani tinggalan leluhur yang disinergikan dengan pola pertanian modern.
Dari aktifitas tersebut kemudian di temukan fakta ada 10 ritus pertanian yang masih dilakukan oleh Petani - petani di Kota Blitar, walaupun bersifat partial, 10 ritus tersebut jika sandingkan dengan SOP Komunitas Tani Remen Blitar dalam mendampingi petani di Kota Blitar sangat sejalan sehingga konsep "bertani sehat" di Kota Blitar memiliki potensi untuk di wujudkan, maksud bertani sehat disini adalah dengan mengurangi penggunaan pestisida dalam setiap kegiatannya bahkan tanpa pestisida sehingga hasil pertanian adalah produk pertanian yang sehat.
Sepuluh Ritus tersebut yang kemudian oleh rekan - rekan Tani Remen Blitar diajukan Program Layanan Produksi Kegiatan Kebudayaan Ketegori Dokumentasi Karya Pengetahuan Maestro atau Obyek Pemajuan Kebudayaan (OPK) Rawan Punah Tahun 2023 oleh Dirjen Kebudayaan Kementrian Kebudayaan, Riset dan Teknologi dengan Kerjasama Lembaga Pengelola Dana Pendidikan yang akhirnya lolos untuk mendapatkan fasilitasi produksi Film Dokumenter "Nyawiji Pakarti".
Komunitas Tani Remen Blitar yang mendapatkan fasilitasi tersebut kemudian mencoba untuk melakukan kolaborasi dengan komunitas lain yang ada di Kota Blitar agar nantinya dalam proses produksi film tersebut dapat berjalan dengan baik dan mampu menyajikan bentuk arsip kebudayaan bagi Kota Blitar khususnya dan Indonesia pada umumnya, bahwa ternyata 10 ritus pertanian tersebut sebuah kearifan lokal yang sangat perlu untuk terus lestari, dan Kampoeng Cyber sebagai Asosiasi Produksi dalam pembuatan film tersebut mengupayakan support secara optimal untuk mewujudkannya bersama rekan - rekan "Tani Remen Blitar".