Alkisah pada tahun 1900-an di suatu wilayah kerajaan ada seorang yang dituakan yang menduduki jabatan sebagai Kebayan. Orang yang bernama Karso Medjo menceritakan  pada tahun 1890, di sekitar Gedog masih hutan belantara. Kemudian, di tengah hutan tersebut ada seorang kakek tua yang berbadan pendek, berkumis dan berjenggot panjang. Ternyata dia adalah seorang empu. Setiap hari, empu tersebut bekerja membuat parang.

 

Pada suatu hari, datanglah seorang pemuda yang sedang mengembara, bernama Joko Pangon. Pemuda itu lalu ditolong oleh seorang janda. Tujuan pemuda itu adalah untuk mencari ilmu dan beternak kerbau dan sedang menjalankan puasa (bertapa / topo). Lama kelamaan, Joko Pangon diakui sebagai anaknya sendiri oleh janda tua itu. Di desa itu Joko pangon bekerja mencari kayu bakar di hutan. Suatu ketika pada saat berada di dalam hutan, Joko Pangon mendengar suara “Dak Dok”. Joko Pangon lalu menuju asal suara tersebut, dan ternyata adalah suara pande besi. Disana ternyata ada seorang kakek tua yang membuat alat-alat dari besi, seperti sabit, parang dan lain-lain.

 

Joko Pangon dipersilahkan masuk oleh kakek tua tersebut. Lalu, kakek itu bertanya apa tujuan Joko Pangon datang ke tempatnya. Joko Pangon menjawab bahwa dia hanya mencari kayu dan ingin berguru. Akhirnya disamping membantu pekerjaan Sang Empu, kalau malam Joko Pangon diberi pendidikan kebatinan dan macam-macam ilmu yang dikehendaki. Setelah beberapa hari mendapat pendidikan dari Sang Empu, tentang segala macam pengetahuan, pada suatu hari yaitu Sabtu Kliwon, Joko Pangon yang sedang tidur bermimpi diikuti oleh serorang anjing belang. Setelah bangun, dia terkejut karena didekatnya ada seekor anjing besar. Anjing tersebut seperti milik Sang Empu yang memiliki besalen. Namun ternyata Sang Empu menghilang dan ada sebuah batu besar, yang diduga adalah Sang Empu yang telah berubah menjadi batu besar.

 

Akhirnya, Joko Pangon berkata, besuk kalau hutan ini sudah menjadi desa, desa itu akan diberi nama Desa Gedog, sesuai dengan suatu pande yaitu Dak Dok. Kemudin oleh Joko Pangon anjing tersebut diberi nama Yungyang dan batu tersebut dibuat menjadi candi oleh Joko Pangon. Selanjutnya Joko Pangon membabat hutan tersebut, lama kelamaan kampung itu menjadi ramai didatangi penduduk. Di desa tersebut, ada seorang Kepala Desa yang memelihara seekor kerbagau jantan dan seekor kerbau betina. Kepala desa itu berunding dengan Joko Pangon supaya memelihara kerbaunya, dengan perjanjian apabila kerbau itu sudah beranak, kalau betina, anak kerbau itu milik kepala desa dan bila jantan menjadi milik Joko Pangon.

 

Karena Joko Pangon itu orang sakti, maka sepasang kerbau tersebut banyak melahirkan keturunan jantan daripada betina. Kepala desa murka, karena tahu bahwa keadaan Joko Pangon menjadi kaya. Maka kepala desa memerintahkan kepada orang yang dipercayainya supaya Joko Pangon diajak ke sendang / kolam yang ada di sebelah barat candi. Di situ, Joko Pangon diikat dan dibunuh, lalu jenazahnya dimasukkan dalam kolam.

 

Anjing belang yungyang milik Joko Pangon itu menuju rumah janda tua yang bernama Suwangsan, ibu angkat Joko Pangon. Sesampainya anjing itu di rumah, janda tua itu terkejut karena melihat anjingnya pulang sendiri, padahal biasanya anjing itu selalu pergi bersama dengan Joko Pangon. Di rumah janda tua, anjing itu mengonggong seperti sedang sedih, pakaiannya ditarik-tarik seakan ingin mengajak pergi ke tempat Joko Pangon berada.

 

Janda tersebut mempunyai firasat yang kurang baik terhadap anaknya itu. Maka ketika anjing itu berlari keluar, janda itu mengikuti dibelakangnya. setelah sapai di tempat yang dituju, yaitu kolam di sebelah barat candi. disana ada darah yang berceceran di tepi kolam, dan janda tua tersebut menangis meraung-raung dan menyuruh anjingnya menyelam untuk mengambil jenazah Joko Pangon. tetapi anjing itu tidak muncul lagi ke darat. Karena emosi, janda itu bersumpah bahwa besuk kalau ada anak cucunya kampung Suwangsan (Bedogerit) yang besanan dengan orang Gedog, tidak akan diijinkan dan barangsiapa melanggar akan mendapat kutukan sampai turun temurun.

Arti Lambang

1. Rumah artinya papan

2. Kepala Kerbau artinya peternakan

3. Bendera alasnya putih artinya suci

4. Palu artinya pengrajin / pande

 

Susunan Kepala Desa / Lurah

1. Karto Dimedjo (1904  – 1912)

2. Somo Sastro Komitir (1912 – 1921)

3. Kartono tahun (1921 – 2918)

4. Hardjo Semitro (Irontono Ngaribon) (1928 – 1937)

5. Ismangil (Goprot) ( 1937 – 1942)

6. Hardjo Sidik (1942 – 1954)

7. Moelyono (1954 – 1967) karteker

8. Soebakri (1967 – 1989)

9. Somohadi (1989 – 1990)

10. Andi Suyanto (1990 – 1993) PLH

11. Iksan (1993 – 1997)

12. Hadi Suwignyo (1997 – 2007)

13. Sugianto, Bc.Kn (2007 – 2011)

14. Hadi Siswoyo, S.Pd(2011 – 2014)

15. Ardian Ari Kuncoro, S. Pd (2014 - 2017)

16. Yudi Tuhu Prasetyo (2017 - Sekarang)

catatan
Desa Gedog dulu masuk wilayah Garum Kabupaten Blitar, namun ketika ada pemekaran wilayah,  maka masuk wilayah Kotamadya Blitar